Senin, 21 Januari 2013


Kuliah Penutup #catatan selama kuliah bersama teman-teman pascasarjana yogyakarta.




September 2011 adalah merupakan awal dari menginjakkan kaki di kota yogyakarta, yang sebelumnya pernahku lalui kota ini 2008 dan hanya merupakan liburan-ku saja. Tetapi pada september 2011 aku mencoba menjejaki kota yogyakarta untuk menetapkan diri disini selama 2 tahun lamanya (insyaAllah). Dengan tujuan melanjutkan kuliah lagi di kota yang ku cinta ini (Yogyakarta).
Dari sini aku menemukan hidup baru sebagai anak rantauan yang jauh dari orangtua. Serta menemukan teman-teman baru dan menemukan tempat-tempat indah yang sebelumnya belum aku temukan di kota-ku.
Selama aku kuliah disini aku menemukan teman yang berbagai macam daerah seluruh indonesia. Ada juga yang dari luar indonesia. Dan aku menemukan pelajaran hidup yang tak pernah kulupakan.
Bermula awal aku kuliah aku sangat senang terhadap diriku, tetapi pada awal 2013 aku sangat sedih sekali dikarenakan itu merupakan akhir pertemuan aku belajar bersama teman-temanku selama di ruang kelas-Ku. Dan pada pertemuan terakhir itu pun juga sangat berkesan karena ditutup dengan dosen yang memimpin (kepala) perpustakaan perguruan tinggi-Ku. Dan kami tutup dengan makan bersamanya.
Dari selang beberapa tahun aku disini, aku mendapatkan dalam pengembangan hidup-Ku kedepan, apalagi mungkin pengembangan itu pun semoga bisa aku implementasikan pada kota asal-Ku.

“Ada Pertemuan, Adapula Perpisahan”
Jakarta Kebanjiran #Depresi Alam
Oleh: M. Rizal Pahlefi




Januari 2013 adalah merupakan tragedi yang melumpuhkan negara indonesia (khususnya Jakarta). Banjir ini adalah bencana alam yang di akibat dari ulah manusia itu sendiri. Kenapa saya ungkap begitu,, karena banyak orang beropini bahwa karena pemimpin dan pemerintahannya tidak memperhatikan ibukota jakarta dan pemerintahannya kebanyakan korupsi, dan masyarakat menyalahkan warga bogor. Karena banjir di jakarta merupakan sepenuhnya luapan dari kota bogor.

Menurut saya itu salah besar. Karena banjir merupakan luapan dari hujan yang bermusimannya dan masanya datang. Dan juga banjir yang melanda kota jakarta merupakan ulah dari masyarakat kota itu sendiri, yang tidak berkerjasama dalam melestarikan alam ini, bermula dari sampah-sampah yang sembarangan, resapan telah habis di babat oleh sektor-sektor pembangunan, yang hilangnya pepohonan di ibukota itu. Banyak juga orang jakarta menyalahkan gubernurnya yang lambat mengambil tindakan terhadap upaya mengatasi hiruk pikuk kota jakarta. Opini masyarakat itu pun salah besar jika menyalahkan gubernurnya. Karena kita tahu semua, gubernur jakarta baru juga menjabat menjadi kepala ibukota jakarta. semua itu butuh proses bung,,,, tidak secepat membalikkan telap tangan.

          Disini ketika nasi telah menjadi bubur, dan hujan telah menjadi banjir yang hingga memakan korban itu pun kita sebagai manusia yang tidak terkena musibah, berserah diri yang hanya bisa kita lakukan dan menyelamatkan apa yang bisa kita selamatkan bagi warga jakarta. Dan yang paling utama adalah bantuan dari orang lain lah yang di butuhkan masyarakat yang terkena musibah. Baik dari makanan, sarana seperti selimut, pakaian ganti, dan kebutuhan sehari-hari yang mereka butuhkan dan obat-obatan. Uluran tangan dari orang lainlah yang mereka harapkan.


“Jangan Menyalahkan Orang Lain, Jika Kita Belum Mengkroscek Diri Kita Masing-Masing Terlebih Dahulu”

Senin, 03 Desember 2012

Buku Vs E-Book



Dahulu buku merupakan sumber informasi yang di agung-agungkan untuk menemukan informasi. namun dengan berkembangnya era teknologi sekarang media cetak tersebut mulai terpinggirkan dengan adanya teknologi ebook.
Sudah Beberapa Tahun Sebelumnya Industri penerbitan Indonesia masih sulit berkembang karena menghadapi masalah klasik, terutama pembajakan dan perkembangan tren buku elektronik (e-book). Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Lucya Andam Dewi mengemukakan industri penerbitan di Indonesia jalan di tempat dalam beberapa tahun terakhir karena banyak masalah klasik belum terpecahkan.
            Pada saat ini, ketika terbitnya buku baru yang keluar, tindakan para pembajakannya sudah marak beredar. Disisi lain hal ini sangat merugikan penerbit dan penulis. Selain itu, kemajuan teknologi juga mulai menggeser cara membaca sebagian masyarakat perkotaan dengan mengakses buku elektronik di Internet. Tren buku elektronik ini telah menekan penjualan di toko buku.

Kondisi industri penerbitan cukup menghawatirkan karena masih dianggap sebagai perusahaan komersial yang penuh dengan pungutan pajak. Padahal, industri ini juga mengandung unsur edukatif dan berperan mencerdaskan bangsa. Beragam masalah ini berimbas pada menurunnya minat penulis karena mereka sering menerima royalti yang minim. Akibatnya jumlah buku berkualitas yang dicetak di Indonesia semakin minim

Sabtu, 01 Desember 2012


(4) Profesi Pustakawan
Pengertian pustakawan dalam hal ini adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan (UU No. 43, 2007). Artinya orang yang disebut pustakawan adalah orang yang benar-benar mengerti ilmu perpustakaan, setidaknya pernah mendapat pelatihan tentang kepustakawanan yang kemudian diberi tugas tanggung jawab oleh lembaga yang merekrut untuk bekerja di perpustakaan sesuai dengan kualifiaksi ilmu yang dimilikinya. Bahkan, lebih luas lagi, Hermawan dan Zen (2006:107), mengatakan bahwa pustakawan itu tidak saja terbatas pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja, tetapi juga pegawai  non-PNS.
Pustakawan yang bagaimana yang diharapkan oleh pemakai perpustakaan, sehingga pemakai perpustakaan mendapat informasi yang berguna sesuai yang ldiinginkan. Beberapa ketrampilan yang harus dimiliki seseorang yang berprofesi sebagai pustakawan sebagai berikut :
  1. Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang menantang.
  2. Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasanya kepada pemakai. Jadi seorang pustakawan harus ahli dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan pemakai.
  3. Seorang pustakawan harus selalu berpikir positif.
  4. Pustakawan tidak hanya ahli dalam mengkatalog, mengindeks, mengklasifikasi koleksi, akan tetapi harus mempunyai nilai tambah, karena informasi terus berkembang.
  5. Pustakawan sudah waktunya untuk berpikir kewirausahaan. Bagaimana mengemas informasi agar laku dijual tapi layak pakai.
Ledakan informasi yang pesat membuat pustakawan tidak lagi bekerja hanya antar sesama pustakawan, akan tetapi dituntut untuk bekerjasama dengan bidang profesi lain dengan tim kerja yang solid dalam mengelola informasi.
Sementara itu, yang dimaksudkan dengan pengelolaan perpustakaan adalah kegiatan mengurus sesuatu, dapat diartikan sebagai mengurus atau menyelenggarakan perpustakaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998:469). Dengan demikian peran pustakawan tidaklah ringan seperti pendapat pada umumnya yang mengatakan bahwa seorang pustakawan merupakan pegawai tak bermutu yang kerjanya menunggui tumpukan buku-buku. Pustakawan sudah saatnya mengekspresikan diri sebagai media informasi yang berkualitas. Pustakawan harus mampu membuang stempel kutu buku yang sudah melekat begitu lama. Bukan hal yang mudah mengembalikan peran pustakawan sebagaimana mestinya sebagai media informasi (penyelenggara komunikasi informasi). Sehubungan dengan hal tersebut, maka pustakawan dituntut untuk memberikan pelayanan yang memuaskan pemakai. Bagaimana kualitas pelayanan yang dapat memuaskan pemakai informasi? Salah satunya adalah peran aktif pustakawan yang kreatif dalam mengelola informasi. Pustakawan dituntut untuk aktif dan giat bekerja dalam menyampaikan informasi dalam aneka produk kemasan-kemasan yang menarik dan sampai kepada pemakai.
Peran pustawakan aktif dan kreatif terjun ke masyarakat
Percepatan arus informasi saat ini berimbas kepada peran kita sebagai penyampai informasi. Ditambah dengan berkembangnya berbagai peralatan teknologi informasi dan komunikasi yang amat dibutuhkan dalam menunjang bidang kerja kita. Oleh karena itu, siap atau tidak siap para pustakawan harus ikut bermain di era global sekarang ini. Para penikmat internet atau mereka yang lebih suka berselancar di dunia maya harus dijadikan mitra kerja kita.
Pustakawan saat ini bukanlah penjaga koleksi tapi penyedia informasi, media informasi semakin beragam, koleksi tidak terbatas pada karya cetak /rekam secara fisik tapi sudah banyak yang dapat diakses melalui internet, perpustakaan tidak perlu sibuk promosi dengan menambah pengunjung tapi kita yang berkunjung atau menjumpai pemakai, dan layanan saat ini harus makin beragam.
Peran pustakawan dalam masyarakat dapat dilihat melalui Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 pasal 5.
  1. Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk:
    a. memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan;
    b. mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;
    c. mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan;
    d. berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan.
  2. Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
  3. Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.
Kita juga diminta aktif ikut mencerdaskan bangsa dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan perpustakaan dapat diselenggarakan oleh siapapun. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 pasal 43, 48-50 dinyatakan bahwa pertumbuhan taman baca diharapkan memberi sumbangan dalam rangka menunjang budaya gemar membaca di masyarakat. Oleh karena itu janganlah para pustakawan bergantung kepada institusi/lembaga tertentu atau tempat kerja kita saja, akan tetapi juga memainkan peran dalam masyarakat.
             Perkembangan dewasa ini, bertumbuhan bentuk-bentuk semacam perpustakaan. Ada yang dinamakan taman bacaan, perpustakaan yang dikemas seperti kafe buku, dan sebagainya. Hal ini merupakan perkembangan yang baik menuju budaya baca masyarakat. Apalagi dengan terbitnya Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, maka keberadaan perpustakaan dengan aneka jenis layanan diakui bahkan penyelenggaraan oleh masyarakat tersebut dibenarkan dalam rangka ikut mencerdaskan bangsa. Salah satu contoh pasal yang menjelaskan sebagai berikut.
Pasal 15
  1. Perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan kepada pemustaka dan masyarakat.
  2. Pembentukan perpustakaan sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, /atau masyarakat.
  3. Pembentukan perpustakaan sebagaimana  paling sedikit memenuhi syarat:
    a. memiliki koleksi perpustakaan;
    b. memiliki tenaga perpustakaan;
    c. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
    d. memiliki sumber pendanaan; dan
    e. memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional.
Dapat disimpulkan bahwa mendengarkan “suara pelanggan/masyarakat” merupakan suatu hal yang perlu dilakukan perpustakaan, baik perpustakaan besar maupun kecil. Jadi meningkatkan kualitas layanan suatu perpustakaan harus dimulai dari diri sendiri sebagai pelayan/penyampai informasi terlebih dahulu; yaitu meningkatakan keterampilan dan kualitas pribadi sebagai pelayan yang dapat memberikan kepuasan pemakai. Kewajiban pustakawan terhadap diri sendiri sebagaimana tercantum dalam kode etik pustakawan. Diantaranya, setiap pustakawan dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu, memelihara akhlak dan kesehatan untuk dapat hidup dengan tenteram, dan bekerja dengan baik; serta selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pergaulan dan bermasyarakat.

Jumat, 30 November 2012


(3) KHAZANAH PENERBITAN BUKU ISLAM DI INDONESIA

Penerbit atau penerbitan adalah industri yang berkonsentrasi memperbanyak sebuah literatur dan informasi atau sebuak aktivitas membuat informasi yang dapat dinikmati oleh publik.[1] Lembaga ini yang bertanggung jawab atas terbitan dan ada yang sekaligus sebagai pemegang hak cipta atau copy right.
Adapun tugas-tugas penerbit antara lain: menyeleksi naskah yang diterima; mengedit naskah sebelum dicetak; secara sendirian atau bersama pengarang hak cipta; merencanakan format dan tata wajah atau layout terbitan; menyiapkan bahan-bahan terbitan seperti kertas, tinta dll; membayar honorarium pengarang.[2]
Di Indonesia, awalnya bentuk buku masih berupa gulungan daun lontar. Menurut Ajib Rosidi (sastrawan dan mantan ketua IKAPI), secara garis besar, usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi dalam tiga jalur, yaitu usaha penerbitan buku pelajaran, usaha penerbitan buku bacaan umum (termasuk sastra dan hiburan), dan usaha penerbitan buku agama.
Pada masa penjajahan Belanda, penulisan dan penerbitan buku sekolah dikuasai orang Belanda. Kalaupun ada orang pribumi yang menulis buku pelajaran, umumnya mereka hanya sebagai pembantu atau ditunjuk oleh orang Belanda.
Usaha penerbitan buku agama dimulai dengan penerbitan buku-buku agama Islam yang dilakukan orang Arab, sedangkan penerbitan buku–buku agama Kristen umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda.[3]
Perkembangan ilmu pengetahuan dan produksi kertas memunculkan profesi baru dalam khazanah Islam. Profesi tersebut dinamakan warraq. Warraq adalah penyalin  naskah atau buku. Mereka  menyalin  naskah  dengacepat dan akurat. Industri penerbitan buku dipelopori oleh warraq. Mereka bekerja dalam sebuah sistem kerja sama yang saling menguntungkan antara para penulis dengan pihak penerbit. Seorang penulis yang ingin menerbitkan bukunya akan menghubungi satu atau dua orang warraq. Buku tersebut akan dipublikasikan di masjid atau sebuah toko buku terkemuka tempat penulisnya mendiktekan bukunya pada hari dan waktu yang telah ditentukan.  Pembacaan  itu akan membutuhkan waktu selama berbulan-bulan. Selama itu, warraq yang telah ditunjuk akan selalu hadir.  Pada saat buku tersebut  selesai,  naskah dalam tulisan tangan  diserahkan kepada sang penulis untuk diperiksa dan diperbaiki. Buku tersebut bisa beredar di masyarakat  hanya bila telah mendapat izin final dari pengarangnya, dan bebas disalin dari naskah aslinya. Pengarang, menurut  perjanjiannya dengan warraq, akan menerima royalti. Industri penerbitan yang mendominasi wilayah kekhalifahan Muslim, mulai abad ke-8 sampai dengan abad ke-15. Hingga pada puncaknya, dalam setahun terbit puluhan ribu buku.
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tak hanya itu, bahkan Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Di Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini jumlah penerbit telah cukup banyak. Sebagian penerbit tersebut bergelut dalam penerbitan buku-buku umum, dan sebagian lain berkonsentrasi pada jenis penerbitan tersebut seperti buku-buku teks sekolah, ensiklopedi, atau buku-buku keagamaan saja, misalnya buku-buku Islam. 
Menurut Azyumardi, secara umum penerbitan buku Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang menekankan pada Islam murni berdasarkan Al Quran dan sunah atau yang biasa disebut sebagai Islam Salafis dan Harakah (gerakan) serta kelompok yang bergerak pada wacana atau diskursus, yang kadang disebut sebagai Islam kritis.[4]

Penerbit buku islam adalah institusi yang mempromotori terwujudnya buku-buku mengenai islam dalam aspek yang luas, serta kemudian menyebarluaskannya ke masyarakat pembaca. Dalam perkembangannya, penebitan buku telah menjelma menjadi sebuah industri, karenanya institusi penerbitan buku mengambil bentuk perseroan dagang seperti PT ataupun C.V. Dalam hal ini, penerbit buku islam pun telah mengambil bentuk usaha dagang. Maka dalam usaha penerbitan buku ini rata-rata penerbit buku islam memiliki devisi marketing dan memperlakukan masyarakat pembacanya sebagai pasar.[5]


[1] Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Penerbit diakses pada tanggal 19 November 2012 jam 01.12

[2] Lasa Hs. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Di akases pada tanggal 20 November 2012 jam 10.28
[4] Dalam http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0311/15/pustaka/688310.htm Diakses pada tanggal 19 November 2012 jam 22.30

[5] Fadjar, Abdullah. 2006. Khasanah Islam Indonesia. Jakarta: The Habibie Center. Hal 09

(2) CYBERCRIME  Dalam Konteks Perpustakaan Digital


Perkembangan teknologi informasi-komputer saat ini sudah mencapai pada tahap di mana ukurannya semakin kecil, kecepatannya semakin tinggi, namun harganya semakin murah dibandingkan dengan kemampuan kerjanya. Kondisi ini mendorong masyarakat berlomba-lomba memanfaatkan komputer sebagai alat bantu pengolahan data dengan cara membangun system pengolahan data terkomputerisasi untuk penyajian informasi, baik untuk keperluan pribadi maupun organisasinya. Perpustakaan sebagai organisasi yang melakukan pengolahan data dan informasi untuk pemustakanya telah melakukan langkah revolusioner dalam melakukan pelayanan melalui sistem online yang lebih efisien dalam pelayanan, diseminasi, pemustakaan dan pelestarian data, informasi dan pengetahuan.
Saat ini Salah satu tantangan dihadapi pustakawan saat ini adalah bagimana memproteksi proteksi  koleksi informasi yang mereka miliki dari berbagai macam gangguan dan ancaman yang bisa terjadi perpustakaan khusunya pada perpustakaan digital. Dahulu  kejahatan dalam perpustakaan yang semula bersifat konvensional seperti  pencurian koleksi, vandalism,  mutilasi buku, peminjaman tanpa hak, kini kejahatan dalam perpustakaan dapat dilakukan dengan menggunakan media komputer secara online dengan risiko tertangkap yang sangat kecil  oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang lebih besar bagi perpustakaan.
Tentunya, hal-hal tersebut di atas  tidak dapat dipungkiri adanya bahwa teknologi informasi membawa  mampu dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat yang ada khusunya dalam dunia perpustakaan. Internet membuat juga bisa membuat data/koleksi informasi yang dimiliki perpustakaan menjadi terancam dan bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

CYBERCRIME DAN PERPUSTAKAAN DIGITAL

Perkembangan teknologi jaringan komputer global atau Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace, sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru, yaitu realitas virtual. Istilah tersebut juga menghasilkan berbagai bentuk lingkungan cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang dikenal dengan Cybercrime, Internet Fraud, dan lain-lain.

Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian komputer crime sebagai:"…any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution". Sementara itu Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.

Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

Perpustakaan digital sebagai ranah yang berkembang dalam dunia cyberspace  yang menyimpan data baik data buku(tulisan), Gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan protocol-protokol elektronik melalui jaringan komouter. Isi dari perpustakaan digital berada dalam suatu komputer server yang bisa ditempatkan secara local maupun lokasi yang jauh namun dapat di akses dengan cepat mudah melalui jaringan computer. Karena itu perpustakaan digital menjadi mejadi salah satu objek cybercrime yang sangat menggiurkan bagi para pelaku kejahatan cybercrime.
Pelaku cybercrime yang menjadikan pepustakaan digital sebagai objek kejahatannya biasanya mengincar data pengguna, koleksi atau pun sistem keamanan dengan motif untuk kepentingan tertentu misalnya data pengguna untuk dijadikan objek marketing, pencurian koleksi untuk kepentingan komersil, atau hanya sekedar unjuk gigi seorang hacker sebagai pembuktian bahwa dirinya eksis.
Untuk itu pustakawan harus mampu mengidentifikasi serangan-serangan terhadap perpustakaan digital yang dikelolanya agar semua sistem, koleksi dan data yang ada pada perpustakaannya aman dari serangan yang dapat merugikan banyak pihak.