Logo UIN STS Jambi
RiZaL DiGiLiB
Kamis, 01 Juni 2017
Senin, 21 Januari 2013
Kuliah
Penutup #catatan selama kuliah bersama teman-teman
pascasarjana yogyakarta.
September 2011
adalah merupakan awal dari menginjakkan kaki di kota yogyakarta, yang
sebelumnya pernahku lalui kota ini 2008 dan hanya merupakan liburan-ku saja. Tetapi
pada september 2011 aku mencoba menjejaki kota yogyakarta untuk menetapkan diri
disini selama 2 tahun lamanya (insyaAllah). Dengan tujuan melanjutkan kuliah
lagi di kota yang ku cinta ini (Yogyakarta).
Dari sini aku
menemukan hidup baru sebagai anak rantauan yang jauh dari orangtua. Serta menemukan
teman-teman baru dan menemukan tempat-tempat indah yang sebelumnya belum aku
temukan di kota-ku.
Selama aku kuliah disini aku menemukan teman
yang berbagai macam daerah seluruh indonesia. Ada juga yang dari luar
indonesia. Dan aku menemukan pelajaran hidup yang tak pernah kulupakan.
Bermula awal aku
kuliah aku sangat senang terhadap diriku, tetapi pada awal 2013 aku sangat
sedih sekali dikarenakan itu merupakan akhir pertemuan aku belajar bersama
teman-temanku selama di ruang kelas-Ku. Dan pada pertemuan terakhir itu pun
juga sangat berkesan karena ditutup dengan dosen yang memimpin (kepala)
perpustakaan perguruan tinggi-Ku. Dan kami tutup dengan makan bersamanya.
Dari selang
beberapa tahun aku disini, aku mendapatkan dalam pengembangan hidup-Ku kedepan,
apalagi mungkin pengembangan itu pun semoga bisa aku implementasikan pada kota
asal-Ku.
“Ada Pertemuan,
Adapula Perpisahan”
Jakarta Kebanjiran
#Depresi Alam
Oleh: M. Rizal Pahlefi
Januari 2013
adalah merupakan tragedi yang melumpuhkan negara indonesia (khususnya Jakarta).
Banjir ini adalah bencana alam yang di akibat dari ulah manusia itu sendiri. Kenapa
saya ungkap begitu,, karena banyak orang beropini bahwa karena pemimpin dan
pemerintahannya tidak memperhatikan ibukota jakarta dan pemerintahannya
kebanyakan korupsi, dan masyarakat menyalahkan warga bogor. Karena banjir di
jakarta merupakan sepenuhnya luapan dari kota bogor.
Menurut
saya itu salah besar. Karena banjir merupakan luapan dari hujan yang
bermusimannya dan masanya datang. Dan juga banjir yang melanda kota jakarta merupakan
ulah dari masyarakat kota itu sendiri, yang tidak berkerjasama dalam
melestarikan alam ini, bermula dari sampah-sampah yang sembarangan, resapan
telah habis di babat oleh sektor-sektor pembangunan, yang hilangnya pepohonan
di ibukota itu. Banyak juga orang jakarta menyalahkan gubernurnya yang lambat
mengambil tindakan terhadap upaya mengatasi hiruk pikuk kota jakarta. Opini masyarakat
itu pun salah besar jika menyalahkan gubernurnya. Karena kita tahu semua,
gubernur jakarta baru juga menjabat menjadi kepala ibukota jakarta. semua itu
butuh proses bung,,,, tidak secepat membalikkan telap tangan.
Disini ketika nasi telah menjadi bubur, dan hujan telah menjadi banjir yang hingga memakan korban itu pun kita sebagai manusia yang tidak terkena musibah, berserah diri yang hanya bisa kita lakukan dan menyelamatkan apa yang bisa kita selamatkan bagi warga jakarta. Dan yang paling utama adalah bantuan dari orang lain lah yang di butuhkan masyarakat yang terkena musibah. Baik dari makanan, sarana seperti selimut, pakaian ganti, dan kebutuhan sehari-hari yang mereka butuhkan dan obat-obatan. Uluran tangan dari orang lainlah yang mereka harapkan.
“Jangan Menyalahkan Orang Lain, Jika Kita Belum Mengkroscek Diri Kita Masing-Masing Terlebih Dahulu”
Senin, 03 Desember 2012
Buku Vs E-Book
Dahulu buku merupakan sumber informasi yang di
agung-agungkan untuk menemukan informasi. namun dengan berkembangnya era
teknologi sekarang media cetak tersebut mulai terpinggirkan dengan adanya
teknologi ebook.
Sudah Beberapa Tahun Sebelumnya Industri penerbitan
Indonesia masih sulit berkembang karena menghadapi masalah klasik, terutama
pembajakan dan perkembangan tren buku elektronik (e-book). Ketua Umum Ikatan
Penerbit Indonesia (IKAPI) Lucya Andam Dewi mengemukakan industri penerbitan di
Indonesia jalan di tempat dalam beberapa tahun terakhir karena banyak masalah
klasik belum terpecahkan.
Pada saat ini, ketika terbitnya buku baru
yang keluar, tindakan para pembajakannya sudah marak beredar. Disisi lain hal
ini sangat merugikan penerbit dan penulis. Selain itu, kemajuan teknologi juga
mulai menggeser cara membaca sebagian masyarakat perkotaan dengan mengakses
buku elektronik di Internet. Tren buku elektronik ini telah menekan penjualan
di toko buku.
Kondisi industri penerbitan cukup
menghawatirkan karena masih dianggap sebagai perusahaan komersial yang penuh
dengan pungutan pajak. Padahal, industri ini juga mengandung unsur edukatif dan
berperan mencerdaskan bangsa. Beragam masalah ini berimbas pada menurunnya
minat penulis karena mereka sering menerima royalti yang minim. Akibatnya
jumlah buku berkualitas yang dicetak di Indonesia semakin minim
Sabtu, 01 Desember 2012
(4) Profesi Pustakawan
Pengertian pustakawan dalam hal ini
adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan (UU No. 43, 2007). Artinya
orang yang disebut pustakawan adalah orang yang benar-benar mengerti ilmu
perpustakaan, setidaknya pernah mendapat pelatihan tentang kepustakawanan yang
kemudian diberi tugas tanggung jawab oleh lembaga yang merekrut untuk bekerja
di perpustakaan sesuai dengan kualifiaksi ilmu yang dimilikinya. Bahkan, lebih
luas lagi, Hermawan dan Zen (2006:107), mengatakan bahwa pustakawan itu tidak
saja terbatas pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja, tetapi juga pegawai non-PNS.
Pustakawan yang bagaimana yang
diharapkan oleh pemakai perpustakaan, sehingga pemakai perpustakaan mendapat
informasi yang berguna sesuai yang ldiinginkan. Beberapa ketrampilan yang harus
dimiliki seseorang yang berprofesi sebagai pustakawan sebagai berikut :
- Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang menantang.
- Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasanya kepada pemakai. Jadi seorang pustakawan harus ahli dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan pemakai.
- Seorang pustakawan harus selalu berpikir positif.
- Pustakawan tidak hanya ahli dalam mengkatalog, mengindeks, mengklasifikasi koleksi, akan tetapi harus mempunyai nilai tambah, karena informasi terus berkembang.
- Pustakawan sudah waktunya untuk berpikir kewirausahaan. Bagaimana mengemas informasi agar laku dijual tapi layak pakai.
Ledakan informasi yang pesat membuat pustakawan tidak
lagi bekerja hanya antar sesama pustakawan, akan tetapi dituntut untuk bekerjasama
dengan bidang profesi lain dengan tim kerja yang solid dalam mengelola
informasi.
Sementara itu, yang dimaksudkan
dengan pengelolaan perpustakaan adalah kegiatan mengurus sesuatu, dapat
diartikan sebagai mengurus atau menyelenggarakan perpustakaan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1998:469). Dengan demikian peran pustakawan tidaklah ringan
seperti pendapat pada umumnya yang mengatakan bahwa seorang pustakawan
merupakan pegawai tak bermutu yang kerjanya menunggui tumpukan buku-buku.
Pustakawan sudah saatnya mengekspresikan diri sebagai media informasi yang
berkualitas. Pustakawan harus mampu membuang stempel kutu buku yang sudah
melekat begitu lama. Bukan hal yang mudah mengembalikan peran pustakawan
sebagaimana mestinya sebagai media informasi (penyelenggara komunikasi
informasi). Sehubungan dengan hal tersebut, maka pustakawan dituntut untuk
memberikan pelayanan yang memuaskan pemakai. Bagaimana kualitas pelayanan yang
dapat memuaskan pemakai informasi? Salah satunya adalah peran aktif pustakawan
yang kreatif dalam mengelola informasi. Pustakawan dituntut untuk aktif dan
giat bekerja dalam menyampaikan informasi dalam aneka produk kemasan-kemasan
yang menarik dan sampai kepada pemakai.
Peran
pustawakan aktif dan kreatif terjun ke masyarakat
Percepatan arus
informasi saat ini berimbas kepada peran kita sebagai penyampai informasi.
Ditambah dengan berkembangnya berbagai peralatan teknologi informasi dan
komunikasi yang amat dibutuhkan dalam menunjang bidang kerja kita. Oleh karena
itu, siap atau tidak siap para pustakawan harus ikut bermain di era global
sekarang ini. Para penikmat internet atau mereka yang lebih suka berselancar di
dunia maya harus dijadikan mitra kerja kita.
Pustakawan saat
ini bukanlah penjaga koleksi tapi penyedia informasi, media informasi semakin
beragam, koleksi tidak terbatas pada karya cetak /rekam secara fisik tapi sudah
banyak yang dapat diakses melalui internet, perpustakaan tidak perlu sibuk
promosi dengan menambah pengunjung tapi kita yang berkunjung atau menjumpai
pemakai, dan layanan saat ini harus makin beragam.
Peran
pustakawan dalam masyarakat dapat dilihat melalui Undang-undang Nomor 43 Tahun
2007 pasal 5.
- Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk:
a. memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan;
b. mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;
c. mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan;
d. berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan. - Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
- Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.
Kita juga diminta aktif ikut mencerdaskan bangsa dengan memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan perpustakaan dapat
diselenggarakan oleh siapapun. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 pasal 43,
48-50 dinyatakan bahwa pertumbuhan taman baca diharapkan memberi sumbangan
dalam rangka menunjang budaya gemar membaca di masyarakat. Oleh karena itu
janganlah para pustakawan bergantung kepada institusi/lembaga tertentu atau
tempat kerja kita saja, akan tetapi juga memainkan peran dalam masyarakat.
Perkembangan dewasa ini, bertumbuhan bentuk-bentuk semacam perpustakaan. Ada yang dinamakan taman bacaan, perpustakaan yang dikemas seperti kafe buku, dan sebagainya. Hal ini merupakan perkembangan yang baik menuju budaya baca masyarakat. Apalagi dengan terbitnya Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, maka keberadaan perpustakaan dengan aneka jenis layanan diakui bahkan penyelenggaraan oleh masyarakat tersebut dibenarkan dalam rangka ikut mencerdaskan bangsa. Salah satu contoh pasal yang menjelaskan sebagai berikut.
Perkembangan dewasa ini, bertumbuhan bentuk-bentuk semacam perpustakaan. Ada yang dinamakan taman bacaan, perpustakaan yang dikemas seperti kafe buku, dan sebagainya. Hal ini merupakan perkembangan yang baik menuju budaya baca masyarakat. Apalagi dengan terbitnya Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, maka keberadaan perpustakaan dengan aneka jenis layanan diakui bahkan penyelenggaraan oleh masyarakat tersebut dibenarkan dalam rangka ikut mencerdaskan bangsa. Salah satu contoh pasal yang menjelaskan sebagai berikut.
Pasal
15
- Perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan kepada pemustaka dan masyarakat.
- Pembentukan perpustakaan sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, /atau masyarakat.
- Pembentukan perpustakaan sebagaimana paling sedikit memenuhi syarat:
a. memiliki koleksi perpustakaan;
b. memiliki tenaga perpustakaan;
c. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
d. memiliki sumber pendanaan; dan
e. memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional.
Dapat disimpulkan bahwa mendengarkan “suara pelanggan/masyarakat”
merupakan suatu hal yang perlu dilakukan perpustakaan, baik perpustakaan besar
maupun kecil. Jadi meningkatkan kualitas layanan suatu perpustakaan harus
dimulai dari diri sendiri sebagai pelayan/penyampai informasi terlebih dahulu;
yaitu meningkatakan keterampilan dan kualitas pribadi sebagai pelayan yang
dapat memberikan kepuasan pemakai. Kewajiban pustakawan terhadap diri sendiri
sebagaimana tercantum dalam kode etik pustakawan. Diantaranya, setiap
pustakawan dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu, memelihara akhlak
dan kesehatan untuk dapat hidup dengan tenteram, dan bekerja dengan baik; serta
selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pergaulan dan
bermasyarakat.
Jumat, 30 November 2012
(3) KHAZANAH PENERBITAN BUKU ISLAM DI INDONESIA
Penerbit atau penerbitan adalah industri
yang berkonsentrasi memperbanyak sebuah literatur dan informasi atau sebuak
aktivitas membuat informasi yang dapat dinikmati oleh publik.[1]
Lembaga ini yang bertanggung jawab atas terbitan dan ada yang sekaligus sebagai
pemegang hak cipta atau copy right.
Adapun tugas-tugas penerbit antara lain:
menyeleksi naskah yang diterima; mengedit naskah sebelum dicetak; secara
sendirian atau bersama pengarang hak cipta; merencanakan format dan tata wajah
atau layout terbitan; menyiapkan bahan-bahan terbitan seperti kertas, tinta
dll; membayar honorarium pengarang.[2]
Di Indonesia, awalnya bentuk buku masih berupa gulungan daun lontar.
Menurut Ajib Rosidi (sastrawan dan mantan ketua IKAPI), secara garis besar,
usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi dalam tiga jalur, yaitu usaha
penerbitan buku pelajaran, usaha penerbitan buku bacaan umum (termasuk sastra
dan hiburan), dan usaha penerbitan buku agama.
Pada masa penjajahan Belanda, penulisan dan penerbitan buku sekolah
dikuasai orang Belanda. Kalaupun ada orang pribumi yang menulis buku pelajaran,
umumnya mereka hanya sebagai pembantu atau ditunjuk oleh orang Belanda.
Usaha penerbitan buku agama dimulai dengan penerbitan buku-buku agama
Islam yang dilakukan orang Arab, sedangkan penerbitan buku–buku agama Kristen
umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda.[3]
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan
produksi kertas memunculkan
profesi baru dalam khazanah Islam. Profesi tersebut dinamakan warraq. Warraq adalah penyalin
naskah atau buku. Mereka menyalin
naskah dengan cepat dan akurat. Industri penerbitan buku dipelopori oleh warraq. Mereka bekerja dalam
sebuah sistem kerja sama yang
saling menguntungkan antara para penulis dengan pihak penerbit. Seorang
penulis
yang
ingin menerbitkan
bukunya akan menghubungi satu atau dua orang warraq. Buku tersebut akan dipublikasikan di masjid atau sebuah toko buku
terkemuka tempat penulisnya mendiktekan bukunya pada hari dan waktu yang telah ditentukan. Pembacaan itu akan membutuhkan waktu selama berbulan-bulan. Selama itu, warraq yang
telah ditunjuk akan selalu hadir. Pada saat buku tersebut selesai,
naskah dalam tulisan tangan
diserahkan
kepada sang penulis untuk diperiksa dan diperbaiki. Buku tersebut bisa beredar di masyarakat
hanya bila telah mendapat
izin final dari pengarangnya,
dan
bebas disalin dari naskah
aslinya.
Pengarang,
menurut
perjanjiannya
dengan warraq, akan menerima royalti. Industri
penerbitan
yang
mendominasi wilayah kekhalifahan Muslim, mulai abad ke-8 sampai dengan abad ke-15. Hingga pada puncaknya, dalam setahun terbit puluhan ribu buku.
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tak
hanya itu, bahkan Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di
dunia. Di Indonesia sejak kemerdekaan hingga kini jumlah penerbit telah cukup
banyak. Sebagian penerbit tersebut bergelut dalam penerbitan buku-buku umum,
dan sebagian lain berkonsentrasi pada jenis penerbitan tersebut seperti
buku-buku teks sekolah, ensiklopedi, atau buku-buku keagamaan saja, misalnya
buku-buku Islam.
Menurut Azyumardi, secara umum penerbitan buku Islam di Indonesia dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang menekankan pada Islam murni
berdasarkan Al Quran dan sunah atau yang biasa disebut sebagai Islam Salafis
dan Harakah (gerakan) serta kelompok yang bergerak pada wacana atau diskursus,
yang kadang disebut sebagai Islam kritis.[4]
Penerbit buku islam adalah
institusi yang mempromotori terwujudnya buku-buku mengenai islam dalam aspek
yang luas, serta kemudian menyebarluaskannya ke masyarakat pembaca. Dalam
perkembangannya, penebitan buku telah menjelma menjadi sebuah industri,
karenanya institusi penerbitan buku mengambil bentuk perseroan dagang seperti
PT ataupun C.V. Dalam hal ini, penerbit buku islam pun telah mengambil bentuk
usaha dagang. Maka dalam usaha penerbitan buku ini rata-rata penerbit buku
islam memiliki devisi marketing dan memperlakukan masyarakat pembacanya sebagai
pasar.[5]
[1]
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Penerbit
diakses pada tanggal 19 November 2012 jam 01.12
[2]
Lasa Hs. 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Di
akases pada tanggal 20 November 2012 jam 10.28
[4] Dalam http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0311/15/pustaka/688310.htm
Diakses pada tanggal 19 November 2012 jam 22.30
[5]
Fadjar, Abdullah. 2006. Khasanah Islam Indonesia. Jakarta: The Habibie
Center. Hal 09
(2) CYBERCRIME Dalam Konteks Perpustakaan Digital
Perkembangan teknologi informasi-komputer saat ini sudah mencapai pada tahap
di mana ukurannya semakin kecil, kecepatannya semakin tinggi, namun harganya
semakin murah dibandingkan dengan kemampuan kerjanya. Kondisi ini mendorong
masyarakat berlomba-lomba memanfaatkan komputer sebagai alat bantu pengolahan
data dengan cara membangun system pengolahan data terkomputerisasi untuk
penyajian informasi, baik untuk keperluan pribadi maupun organisasinya.
Perpustakaan sebagai organisasi yang melakukan pengolahan data dan informasi
untuk pemustakanya telah melakukan langkah revolusioner dalam melakukan
pelayanan melalui sistem online yang lebih efisien dalam pelayanan, diseminasi,
pemustakaan dan pelestarian data, informasi dan pengetahuan.
Saat ini Salah satu tantangan dihadapi pustakawan saat ini adalah
bagimana memproteksi proteksi koleksi
informasi yang mereka miliki dari berbagai macam gangguan dan ancaman yang bisa
terjadi perpustakaan khusunya pada perpustakaan digital. Dahulu kejahatan dalam perpustakaan yang semula bersifat
konvensional seperti pencurian koleksi,
vandalism, mutilasi buku, peminjaman
tanpa hak, kini kejahatan dalam perpustakaan dapat dilakukan dengan menggunakan
media komputer secara online dengan risiko tertangkap yang sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat
kerugian yang lebih besar bagi perpustakaan.
Tentunya, hal-hal tersebut di atas
tidak dapat dipungkiri adanya bahwa teknologi informasi membawa mampu dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan
manfaat yang ada khusunya dalam dunia perpustakaan. Internet membuat juga bisa
membuat data/koleksi informasi yang dimiliki perpustakaan menjadi terancam dan
bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
CYBERCRIME DAN PERPUSTAKAAN DIGITAL
Perkembangan teknologi jaringan komputer global atau Internet telah menciptakan
dunia baru yang dinamakan cyberspace, sebuah dunia komunikasi berbasis komputer
yang menawarkan realitas yang baru, yaitu realitas virtual. Istilah tersebut
juga menghasilkan berbagai bentuk lingkungan cyberspace yang kemudian
melahirkan istilah baru yang dikenal dengan Cybercrime, Internet Fraud, dan
lain-lain.
Dalam beberapa literatur, cybercrime sering diidentikkan sebagai computer
crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian komputer crime sebagai:"…any
illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration,
investigation, or prosecution". Sementara itu Andi Hamzah dalam bukunya
“Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai
kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara ilegal.
Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/alat
atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak,
dengan merugikan pihak lain.
Perpustakaan digital sebagai ranah yang berkembang dalam dunia cyberspace
yang menyimpan data baik data
buku(tulisan), Gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan
mendistribusikannya dengan protocol-protokol elektronik melalui jaringan
komouter. Isi dari perpustakaan digital berada dalam suatu komputer server yang
bisa ditempatkan secara local maupun lokasi yang jauh namun dapat di akses
dengan cepat mudah melalui jaringan computer. Karena itu perpustakaan digital
menjadi mejadi salah satu objek cybercrime yang sangat menggiurkan bagi para
pelaku kejahatan cybercrime.
Pelaku cybercrime yang menjadikan pepustakaan digital sebagai objek kejahatannya
biasanya mengincar data pengguna, koleksi atau pun sistem keamanan dengan motif
untuk kepentingan tertentu misalnya data pengguna untuk dijadikan objek
marketing, pencurian koleksi untuk kepentingan komersil, atau hanya sekedar
unjuk gigi seorang hacker sebagai pembuktian bahwa dirinya eksis.
Untuk itu
pustakawan harus mampu mengidentifikasi serangan-serangan terhadap perpustakaan
digital yang dikelolanya agar semua sistem, koleksi dan data yang ada pada
perpustakaannya aman dari serangan yang dapat merugikan banyak pihak.
Langganan:
Postingan (Atom)